Wednesday, 19 October 2011

Diam



Aku terbangun dalam sebuah kelambu yang tertutup rapat, 

membuaiku secara perlahan menuju sebuah gerbang luka yang begitu pekat, 

yang secara perlahan pula menjatuhkanku ke dalam oase,



yang bukan membuat bahagia,

sekali lagi bukan membuat bahagia,

bukan juga melepaskan dahaga, 

tapi menciptakan dahaga baru untuk menyembuhkan luka. 



Luka ini menjadi momok yang membuatku terpojok, 

tersudut ribuan bulir air yang berkelompok. 



Ingin rasanya berontak, teriak sampai memekak, 

namun malam terlalu gelap, dan langit begitu pekat. 



Lelah, seolah mati rasa, 

aku bukanlah petani yang pandai menyemai bibit asa menjadi rasa, 

yang piawai menumbuhkan impian jadi nyata. 



Aku hanyalah kurcaci yang hanya pandai menari, 

seorang balita yang senang melenggang dengan sebotol susu dalam genggaman. 



Aku diam.. 

Bukan pengecut, hanya saja lebih berharga daripada menuntut.




No comments:

Post a Comment